Sabtu, 13 April 2013

CINTA DAN PESAN TAK BERTINTA *02

          Saat jam istirahat berlangsung. Aku tidak bersama Vina. Aku sengaja ingin pergi ke taman di belakang sekolah untuk menyendiri. Sejenak aku mengingat papa. Papa yang selama ini menafkahiku. Memberikanku segala apa yang aku inginkan. Tapi saat ini, dia sudah tenang disana. Dia sudah berada di Sisi-Nya. Tuhan, bolehkah aku berpesan? Walaupun pesanku mungkin tak bisa tertuliskan. Walaupun tak ada setitik tintapun di dalam kertas ini. Biarkan aku menulis pesan ini dengan tetesan air mata. Dengan segala kerinduanku padanya. Aku merindukan dekapnya. 


            Tuhan, ini pesanku. Pesan yang tak bisa kutuliskan dengan tinta
            Tuhan, apakah dia mendengarkanku?
            Apakah dia merindukanku Tuhan?
            Apakah dia bisa melihatku dengan air mataku ini?
            Apakah dia tahu Tuhan?
            Mungkin hanya kehendakMulah yang bisa
            Bisa membuat yang semula angan bisa menjadi nyata.
            Yang semula semu, bisa menjadi nyata pula.
            Tuhan, semoga Engkau tau apa maksudku.
            Tau apa rasaku. Sampaikan sejuta cintaku padanya.
            Sampaikan kecupan sayangku padanya.
            Aku benar-benar merasakan hal yang tak pernah ada dalam hidupku
            Hampa, sunyi, sendiri, sepi.
            Itulah aku saat ini Tuhan.
            teman sejatiku hanyalah air mata.
            Hanya sesimpul senyum papa yang membuatku tertahan.


            “tidak ada yang nyata di dunia ini. Semua hanyalah semu belaka. Tak ada yang abadi di dunia ini. Hanyalah murka yang mewarnainya. Hapuslah air matamu itu. Semua hanya terbuang percuma hanya menangisi jengkal hidup yang kejam ini. Kamu tak akan pernah tau berapa kali langkah kakimu menapaki dunia yang penuh dengan keegoisan ini. Dunia semurka ini tak pantas untuk di tetesi setetes ait mata yang jatuh di tanah yang sudah membuatmu sakit, tertatih, dan lumpuh.”
Seseorang tiba-tiba datang dari tempat yang tidak ku duga.
            “hah! Siapa kamu? Ah kamu. Kamu Hendra kan? yang tadi menabrakku di bus. Kamu cowok rese tadi itu kan?
            “jangan panggil aku cowok rese. Maaf soal yang tadi. Aku memang tergesa-gesa, jadi aku tidak tau kalau aku menabrakmu. Oh ya, nama kamu siapa?”
            “okelah, it’s okay. Namaku Stevania Sheerin Veronica Rischavionide. Kamu bisa panggil Sheerin. Kamu ngapain ke sini juga?”
            “nama yang bagus. Aku hanya iseng kemari. Aku ingin tau di belakang sekolah. Tempatnya asik juga ya. Mulai sekarang kita berteman baik kan?”
            “oke, kita berteman.”
Sejak saat itu, hubunganku dengan Hendra sangatlah baik. Kemanapun kamipun selalu bersama. Setiap jam istirahat kami selalu pergi ke taman di belakang gedung sekolah. Kami bercerita tentang kehidupan kita masing-masing. Saling berbagi cerita. Hingga suatu hari Hendra mengatakan hal yang membuatku tersentak, bingung, resah, gelisah, dan galau. Hendra mengungkapkan isi hatinya kepadaku. Aku tak tau harus berkata apa kepadanya. Dia menggenggam erat tanganku. Aku membutuhkan waktu untuk menjawab hal itu. Hingga saatnya tiba.
            “Rin, bagaimana dengan jawabannya? Apakah kamu menerimanya atau menolaknya?”
            “aku tak bisa mengatakan iya kepadamu. Karena aku takut membuatmu kecewa karena aku tidak bisa membuatmu bahagia. Seandainya aku bisa menjadi sebuah buku yang mungkin bisa membuat setiap orang menjadi lebih nyaman. Namun aku tidak bisa. Tapi, aku mau menerimamu karena aku mencintaimu dengan caraku yang sederhana. Mencintai dengan setiap lilin yang tetap menyala pada sudut gelap nan sunyi. Aku mau”
            “jadi kamu menerimaku?”
            “aku mencintaimu dengan caraku yang sederhana”
            “terimakasih Tuhan, Engkau telah mengirimkan hembusan angin tenang kedalam jiwa ini” 

bersambung....

2 komentar: